Senin, 14 April 2008

PERLUNYA ECONOMIC INTELLIGENCE DALAM PENGELOLAAN MONETER DAN PERBANKAN NASIONAL

Berakhirnya perang dingin di abad 20 telah menyebabkan adanya perubahan mendasar dalam definisi keamanan nasional. Saat ini keamanan nasional suatu negara lebih banyak dilihat dalam aspek kekuatan ekonomi daripada kapabilitas militernya. Lebih jauh lagi, tantangan terhadap perekonomian negara timbul seiring dengan semakin kuatnya paradigma “globalisasi”. Dalam ekonomi global tidak ada lagi perbedaan atau jarak dalam hubungan ekonomi domestik dan internasional.Dengan semakin cepatnya perputaran roda persaingan dalam lingkup nasional maupun internasional, proses inovasi dan peningkatan daya saing perlu dipercepat pula.
Pertanyaan mendasar adalah: Dapatkah suatu proses inovasi dan peningkatan daya saing usaha yang biasanya memakan waktu 2 tahun dapat dipercepat menjadi 2 bulan?
Untuk menjawab pertanyaan itu, dibutuhkan suatu terobosan yang dapat mengantarkan kita kepada percepatan untuk melakukan inovasi, terobosan tersebut dimungkinkan dengan kata kunci yang disebut dengan “Economic Intelligence”. Economic Intelligence (EI) atau intelijen ekonomi masih merupakan bidang baru di Indonesia pada umumnya, kendatipun riaknya sudah mulai terasa dan dikembangkan oleh beberapa institusi baik swasta maupun pemerintah, saya yakin dalam beberapa tahun mendatang Economic Intelligence di Indonesia akan semakin dirasakan penting/strategis bahkan dapat dianggap sebagai tools andalan yang harus menjadi bagian dari strategi bisnis suatu institusi (profit maupun non profit organization, swasta maupun pemerintah) bahkan untuk pelaku –pelaku individu.
Dalam skala global, saat ini “term EI” muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi (seperti revolusi Internet, database komersial international, datamining, bibliometri, searching engine, knowledge management, …) yang tak terelakkan. Kendatipun sebenarnya EI merupakan praktik lama, yaitu semenjak adanya persaingan/kompetisi dalam menentukan berbagai strategi untuk pencapaian tujuan, bahkan jauh sebelum revolusi IT seperti saat ini.
Belakangan ini EI merupakan senjata dalam kancah perang ekonomi (meliputi bisnis, industri, teknologi, perbankan dan sebagainya) yang dilakukan oleh para pelaku bisnis maupun dalam skup kenegaraan bahkan dalam skup multilateral countries seperti di Eropa (ex. Centre de Veille yang berpusat di Luxembourg dan Knowledge Management Centre di Belgia) dan Amerika Latin (ex. Inter American Development Banks).
Dalam EI kita dituntut kerjasama antar sector secara lebih luas, kita tidak dapat bekerja sendiri, namun perlu partisipasi sinergis antar berbagai lembaga strategis negara, swasta, militer/kepolisian, wartawan, pengamat dan individu-individu lainnya, sehingga tepat kiranya partisipasi dalam seminar pagi ini yang mengundang para pembicara dan audience dari berbagai kalangan.
Ada sebagian pakar EI yang mengatakan bahwa maju mundurnya suatu negara adalah tergantung kepada kemampuan/kekuatan negara tersebut di bidang intelijen ekonominya. Hal ini juga tentu berlaku untuk nilai kompetitivitas institusi atau perusahaan bisnis kita. Di dunia bisnis negara-negara maju, hasil rekomendasi dari economic intelligence unitnya sering menentukan arah dari perusahaan tersebut (ex. Renault, L’Oreal, Hewlett Packard, IBM, …).
Jadi sedemikian pentingnya EI dalam menentukan tingkat kemajuan suatu institusi/bangsa melalui berbagai rekomendasi intelijen seperti untuk melahirkan inovasi-inovasi baru (ex. Inovasi produk dalam perbankan dan system pembayaran) serta untuk menopang penentuan kebijakan-kebijakan strategis.
Perlu ditekankan disini bahwa EI tidak sama dengan kegiatan “spionase”. Kegiatan spionase berkonotasi illegal, sedangkan EI merupakan kegiatan legal. Pada dasarnya EI melakukan pemilahan dan pemrosesan data/informasi dan knowledge yang ada (formal dan informal), sehingga dapat dihasilkan suatu “new knowledge” (intelligence) atau sering disebut informasi strategis.
Seperti diketahui, bahwa salah satu hal yang berpengaruh dalam citra dan kredibilitas suatu institusi (khususnya untuk “non profit organization”) adalah sisi kualitas dari keputusan yang diambilnya, bagaimana institusi tersebut dapat responsif dan progresif terhadap berbagai tuntutan serta gejala aktual, terutama yang sehubungan dengan aspek-aspek ekonomi makro dan berbagai kemelut ekonomi yang ada diseputar kita seperti saat ini. Hal ini berarti, bahwa pengambil kebijakan di suatu institusi tersebut perlu didukung oleh penyediaan informasi yang relevan terutama informasi strategis.
Dengan alasan inilah, kini Bank Indonesia sedang mengkaji dan mempertimbangkan penerapan EI di dalam struktur /model yang sesuai dengan kepentingan Bank Indonesia. Pendefinisian model EI yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan iklim, budaya dan kepentingannya masing-masing, sehingga kita dapat saja mengenal model EI yang berbeda di berbagai instusi, perusahaan atau negara, seperti model EI di Eropa akan berbeda dengan di USA maupun Jepang.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa Indonesia sebagai bagian integral dari sistem ekonomi dunia, tentu tidak bisa lepas dari berbagai pengaruh, kebijakan serta trend-trend global, yang tidak saja menyangkut sektor ekonomi tetapi juga menyangkut sektor-sektor lainnya seperti sosial, politik, budaya, hankam dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa kita perlu senantiasa memperhatikan, mengamati dan melakukan analisis-analisis terhadap berbagai knowledge dari fenomena yang ada dan cara untuk memantaunya tentu melalui berbagai sumber informasi.
Sumber informasi ini sangat bervariasi, tidak saja berbentuk teks, audio, visual maupun dalam bentuk multimedia. Namun demikian secara umum dapat disarikan bahwa sumber informasi terdiri dari sumber informasi formal maupun informal. Dalam kondisi sekarang, di Indonesia masih dirasakan sulit untuk mendapatkan/akses ke berbagai sumber informasi tersebut, demikian juga dalam melakukan analisisnya secara otomatis. Hal ini tentu berbeda dengan negara-negara yang sudah maju, dimana proses akses/mendapatkan serta mengolah informasi itu sudah jauh lebih baik.
Dalam skala nasional, untuk meningkatkan kompetitivitas bangsa di berbagai bidang terutama di era persaingan global, Indonesia perlu melakukan langkah-langkah strategis terutama dengan meningkatkan koordinasi serta kerjasama sinergis dengan komponen bangsa lainnya, baik pribadi, kelompok masyarakat/organisasi terutama antar institusi baik pemerintah maupun swasta.
Langkah-langkah kerjasama itu, pada akhirnya akan membentuk jaringan informasi nasional yang dapat saling memberikan umpan balik positif, serta secara bertahap dapat menunjang pembangunan negara yang semakin kuat atau paling tidak upaya pemulihan ekonomi kita saat ini dapat secara gradual ditingkatkan.
Tanpa mentalitas kebangsaan dan semangat kebersamaan sebagai bangsa Indonesia, proses pemulihan ekonomi kita akan berjalan lamban atau tidak akan tercapai. Dengan demikian dalam EI juga diperlukan model mental (mentality model atau institutional culture) yang sesuai (seperti kepekaan terhadap informasi, creative dan innovative, coordinative, visioner, …) sehingga dapat berjalan optimal.

BEBERAPA BATASAN ECONOMIC INTELLIGENCE
Economic Intelligence (EI) memainkan peranan yang sangat penting dalam pengambilan keputusan-keputusan strategik dalam berbagai bidang (ekonomi, perdagangan, industri, dan sebagainya). Dengan adanya The Economic Espionage Act of 1996 di Amerika Serikat, EI berfungsi dalam mendukung negosiasi-negosiasi perdagangan serta membantu mengidentifikasi ancaman terhadap perusahaan-perusahaan Amerika yang muncul baik dari praktek spionase negara lain dan juga perdagangan yang tidak fair. Selanjutnya marilah kita mengenal beberapa batasan EI :
Komite Perencanaan di Perancis (1994) memberi definisi resmi mengenai EI yaitu “serangkaian aktivitas pengamatan, pengolahan dan proses penciptaan informasi strategis bagi pelaku ekonomi”. Lebih luas lagi, Francois Jakobiak memberikan definisi EI “tindakan-tindakan pengamatan terhadap berbagai informasi dan lingkungannya, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis terhadap informasi tersebut yang ditujukan untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis”.
Diane C. Snyder dan Sean Gregory dalam papernya memberi definisi bahwa “EI adalah segala intelligence mengenai sumberdaya, aktivitas, dan kebijakan ekonomi termasuk produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa, keuangan, pajak, perdagangan komersial, dan aspek-aspek lain dalam sistem ekonomi internasional”. Dan Garth Hancock dari Center of Trade and Commercial Diplomacy at the Monterrey Institute for International Studies menawarkan definisi “kebijakan atau informasi ekonomi yang relevan, termasuk data teknis, keuangan, komersial, dan informasi mengenai pemerintah, serta penanaman modal asing (baik langsung dan tidak langsung) yang dapat membantu secara relatif produktivitas atau kompetitivitas dari perekonomian sekelompok organisasi dalam suatu negara”.
Dalam kalimat yang sederhana, dapat pula dikatakan bahwa EI merupakan: “suatu metodologi untuk mencermati dan mengolah berbagai informasi maupun gejolak serta berbagai perubahan eksternal lainnya, yang memiliki dampak strategis pada organisasi dan berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis oleh pimpinan puncak organisasi”.
Dari definisi diatas, EI sangat berkaitan dengan penyediaan informasi strategis. Sebenarnya apa saja kriteria dari informasi strategis tersebut? Suatu informasi dikatakan “strategis” bila ;
1. Sangat terkait dengan CSF,
2. Merupakan hasil pengolahan dari multi sumber (formal/informal),
3. Hasil analisis bersama (Tim),
4. Tervalidasi dengan multi cross-checking process oleh expert group atau “knowledge workers”.

Dari paparan sebelumnya, perlu ditekankan disini bahwa ada 2 pilar penting dalam efektivitas EI yaitu “Networking” dan “Teknologi”, keduanya merupakan kunci utama keberhasilan dan kekuatan EI. Selain itu yang perlu diperhatikan adaptasi Economic Intelligence dalam suatu organisasi harus memiliki dukungan yang kuat dari Top level Decision maker (bahkan idealnya EI muncul dari keinginan dan kebutuhan yang kuat dari Top level Decision Maker). Selain itu kegiatan EI, harus memiliki fleksibilitas akses, anggaran serta daya dukung infrastruktur (IT, information management system, …) yang baik, dan tidak kalah pentingnya adalah dukungan SDM yang baik (kualitas, keragaman keahlian, mental EI, strategic, innovative, …).

<%ECONOMIC INTELLIGENCE DALAM PENGELOLAAN MONETER DAN PERBANKAN NASIONAL %>
Bidang Moneter
Perumusan dan kebijakan moneter maupun perbankan tidak akan tepat tanpa didasari oleh proses penelitian dan daya dukung sumber informasi yang akurat, disinilah Economic Intelligence mendapatkan tempatnya. Di tengah membanjirnya informasi, Economic Intelligence dapat dijadikan sebuah katalisator dalam penentuan informasi-informasi yang relevan dan valid, serta hasilnya dapat dijadikan alat untuk early warning system. Economic Intelligence memang bukanlah mukzizat yang menjanjikan solusi yang 100% tepat, akan tetapi paling tidak jangan sampai dikejutkan dengan hal-hal baru (critical issues strategis yang akan datang) yang sebelumnya tidak pernah terantisipasi.
Permasalahan ekonomi dan moneter yang terjadi pasca krisis ekonomi tidak sepenuhnya merupakan “fenomena ekonomi” di bawah domain Bank Sentral & Pemerintah. Sebagai ilusterasi, bagan 1.1 ( Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2001), menunjukkan bahwa identifikasi permasalahan ekonomi dan moneter tahun 2001 yaitu depresiasi dan volatilitas nilai tukar rupiah serta tekanan inflasi merupakan “linkages” antar variable ekonomi dan moneter yang relatif kompleks dan tidak seluruhnya merupakan “control” dari Bank Sentral.

Faktor – faktor yang mendorong semakin kompleksitas “linkages” antar variabale ekonomi & moneter antara lain :
1. Globalisasi ekonomi yang mendorong semakin terintegrasinya pelaku-pelaku ekonomi antar wilayah dan antar negara –negara di Dunia.
2. Revolusi tehnologi informasi yang semakin mempercepat “financial inovation” di pasar keuangan sehingga proses financial deepening & widening berjalan cukup cepat.
3. Indikator – indikator ekonomi lebih besar ditentukan oleh mekanisme pasar atau merupakan response dari pelaku pasar.

Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tersebut, kecenderungan kebijakan ekonomi dan moneter saat ini lebih bersifat “signaling” dibanding melakukan “direct control policy”. Hal ini tercermin antara lain dari implementasi indirect monetary policy melalui pengendalian uang beredar atau pengendalian suku bunga serta penerapan sistem devisa bebas (free floating exchange rate).
Dari perkembangan fenomena moneter serta kecenderungan kebijakan ekonomi & moneter yang lebih bersifat “signaling” maka kebutuhan analisis yang bersifat forward looking sangat diperlukan yang ditujukan untuk mengetahui arah response dari pelaku ekonomi. Konsep Economic Intelligence (EI) sangatlah relevan dalam memenuhi kebutuhan dimaksud khususnya dalam upaya melakukan tindakan-tindakan pengamatan terhadap informasi ekonomi moneter dan informasi terkait, yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis terhadap informasi tersebut yang ditujukan untuk pengambilan keputusan strategis. Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung analisis saat ini lebih cenderung bersifat “historical data”. Diharapkan dengan konsep EI nantinya akan mampu menyediakan data dan informasi yang lebih relevan untuk mendukung atau mengurangi resiko yang kemungkinan muncul sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil. Kerangka kebijakan moneter yang menggunakan konsep “inflation targeting” sangat memerlukan information variable yang lebih lengkap dan akurat dari sektor moneter dan sektor lainnya , sehingga dapat dilakukan keputusan-keputusan yang dapat segera diresponse oleh pelaku-pelaku ekonomi.

Pra kondisi yang diperlukan dalam upaya penerapan konsep EI dalam pengendalian moneter antara lain :
1. Tersedianya “centralised monetary & economic database” yang akurat, comprehensive, timeliness dan terjamin periodesasinya. Bank Indonesia saat ini juga sedang mengembangkan “datawarehouse” yang nantinya merupakan pusat database ekonomi & moneter.
2. Dukungan tehnologi informasi yang terkini, sehingga mampu melakukan pengolahan data base dan tehnical analysis yang lebih cepat dan akurat sehingga mampu membantu mengidentifikasi data-data yang tersedia menjadi informasi sesuai dengan kebutuhan pengambil keputusan dan peneliti. Aplikasi “Datamining” merupakan salah satu solusi yang sedang dipertimbangkan oleh Bank Indonesia untuk mendukung tehnikal analysis dalam bidang moneter, perbankan dan pengembangan payment sistem di Bank Indonesia.
3. Tersedianya sumber daya manusia dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, yang diharapkan memiliki sense “market inteligent”, berorientasi teamwork, strategis, visioner serta keahlian dalam analisis praktis. Hal ini diharapkan mampu melakukan identifikasi dari kumpulan informasi baik yang formal maupun informal menjadi “selected strategy information/ knowledge information” yang berguna bagi pengambil keputusan.

Dalam pengembangan EI lebih lanjut, terdapat beberapa hal yang saat ini masih perlu mendapat perhatian bersama antara lain :
1. Type data-data indikator ekonomi & moneter serta data terkait lainnya di Indonesia yang masih memiliki time lag serta periodisasi yang berbeda –beda, sehingga sering menimbulkan “inkonsistensi” dalam rangka melakukan “linkages” analysis antar sektoral. Selain itu, masih terdapat data-data yang cukup relevan namun belum terstruktur sehingga masih belum dapat diolah menjadi informasi misalnya beberapa hasil survey yang insidentil.
2. Masih belum optimalnya “analysis makro-mikro” sehingga kebijakan makro yang diterapkan belum segera dapat diketahui dampaknya kepada pelaku mikro, sebaliknya indikator-indikator mikro belum sepenuhnya dapat segera diresponse oleh kebijakan makro.
3. Informasi –informasi informal yang tersedia, sering masih belum diyakini akurasinya karena responsibility yang relatif masih rendah. Hal ini informasi informal yang tersedia di pelaku-pelaku ekonomi sering diidentikan dengan isu atau rumor, sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengukur kualitas informasi tersebut.
4. Belum optimalnya kemampuan sumber daya manusia yang memahami “linkages analysis” dari berbagai informasi lintas sektoral dengan tipe data yang berbeda – beda (multi cross checking process), serta kemampuan memisahkan data yang bersifat strategis non strategis.
Dengan optimalisasi penerapan EI di Indonesia, maka kontribusinya sangat diharapkan sebagai early wrning system dalam pengelolaan moneter saat ini dan antisipasi perkembangan selanjutnya serta mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.

Bidang Perbankan
Sebagaimana diketahui bahwa perbankan nasional saat ini sedang dalam proses restrukturisasi. Proses restrukturisasi ini ditandai dengan diluncurkannya berbagai program penyehatan (rekapitalisasi, program penjaminan dan restrukturisasi kredit) serta program penguatan sistem perbankan (meliputi perbaikan infrastruktur, pengenalan Good Corporate Governance, dan pembenahan fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan).
Restrukturisasi ini tidak hanya diterapkan bagi bank operasional saja namun juga berpengaruh kepada bagaimana Bank Indonesia harus melaksanakan pengawasan bank. Seiring dengan program restrukturisasi ini, Bank Indonesia melakukan pembenahan dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan untuk menciptakan suatu kehidupan perbankan yang sehat, seperti tertuang dalam LOI dan BI Master Plan. Salah satunya adalah ; ‘penciptaan informasi dan dokumentasi pengawasan bank yang handal’.
Beberapa alasan mengapa faktor informasi ini menjadi salah satu kunci peningkatan efektifitas pengawasan, adalah sebagai berikut ;
1. Dengan dilaksanakan Fit and Proper Test bagi calon pengurus dan pemegang saham pengendali bank, maka menuntuk Bank Indonesia untuk memiliki akses informasi yang baik untuk mendukung efektifitas pelaksanaan test tersebut.
2. Adanya kebutuhan untuk menerapkan pengawasan berdasarkan standar Internasional yang mengacu kepada 25 Basle Core Principles serta adanya kewajiban untuk menerapkan Pengawasan Berbasis Risiko (Risk Based Supervision). Pendekatan baru ini bersifat forward looking, komprehensif dan antisipatif, sehingga pengawas dituntut memahami bank dari segala aspek. Konsekwensinya adalah pengawas harus memiliki akses informasi yang dapat diandalkan untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Apabila dilakukan assessment terhadap sistem informasi konvensional, maka tampaknya belum dapat menjawab kebutuhan tersebut, sehingga perlu dipikirkan alternatif lainnya. Pengenalan Economic Intelligence (EI) diyakini dapat menjawab tantangan tersebut. Namun untuk menerapkan konsep tersebut dengan mempertimbangkan kondisi yang ada saat ini, maka perlu dilakukan persiapan ke arah itu dengan menerapkan knowledge management untuk pelaksanaan EI secara utuh dan optimal.

Beberapa program yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut ;
1. Meningkatkan intelligence awareness di lingkungan pengawas dan pemeriksa. Diyakini bahwa sebenarnya sebelum melakukan penerapan konsep knowledge management maupun economic intelligence, telah banyak knowledge yang dimiliki, namun tidak dilakukan manajemen secara terstruktur, sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang optimal pada proses pengambilan keputusan.
2. Menyiapkan struktur organisasi yang berbasis pengetahuan, misalnya dengan melakukan pengelompokkan bank berdasarkan karakter yang sama (misalnya bank yang memiliki pemegang saham yang berasal dari negara yang sama disatukan dalam satu bagian pengawasan), melakukan alokasi pengawas berdasarkan pemerataan kompetensi, serta membuat event-event yang berkaitan dengan penebaran knowledge. Selain itu, dilakukan job enrichment terhadap peran unit pendukung bidang informasi yang tedapat di masing-masing direktorat pengawasan untuk bertindak selain intelligence fascilitator juga bertindak sebagai knowledge manager. Seiring dengan hal tersebut, diperkenalkan juga teknik indentifikasi dan searching knowledge baik menggunakan sarana IT maupun non IT.
3. Dalam hal pengaturan, perlu dilakukan perluasan dari konsep research based policy menjadi intelligence based policy, karena hasil dari proses intelligence dapat bersifat cukup signifikan sebagai pemicu sebuah kebijakan serta seringkali diperlukan adanya kebijakan yang krusial untuk mengatasi situasi yang mendesak di tengah cepatnya perubahan yang terjadi di pasar.
4. Memperbanyak alternatif sumber informasi yang tidak hanya berasal dari laporan bank saja, melainkan juga termasuk kepada informasi lainnya seperti informasi aktivitas bank di pasar serta adanya kemampuan untuk melakukan akses kepada sumber informasi lainnya. Selain itu, sejalan dengan adanya kenyataan bahwa konglomerasi keuangan masih kental, maka pemahaman kondisi bank yang tidak boleh lepas dari pemahaman bank secara menyeluruh terkonsolidasi dengan kelompok usahanya. Sebagai konsekwensinya, maka perlu adanya sumber informasi yang cukup ekstensif.
5. Melengkapi pengawas dan pemeriksa dengan sistem IT yang baik, sehingga dapat mendukung diperolehnya informasi yang lengkap, akurat, kini dan utuh. Saat ini sudah terdapat Sistem Informasi Management baik untuk pengawas maupun untuk pemeriksa. Selain itu dukungan dari data warehouse dan corporate portal Bank Indonesia juga dapat membantu untuk melakukan penjaringan informasi.

Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa dalam pelaksanaannya proses transformasi dari paradigma lama yang berorientasi informasi menjadi intelligence memerlukan proses yang tidak mudah. Dengan demikian, memerlukan suatu upaya yang terus menerus. Upaya ini harus dilakukan terutama karena kebutuhan akan Economic Intelligence ini sudah tidak dapat dielakan lagi dalam era kehidupan bisnis perbankan yang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, serta adanya tuntutan penerapan pengawasan bank berbasis risiko.

Tidak ada komentar: